Monosodium
glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk
menghasilkan flafour atau cita rasa yang lebih enak dan lebih nyaman ke dalam
masakan, banyak menimbulkan kontroversi baik bagi para produsen maupun konsumen
pangan karena beberapa bagian masyarakat percaya bahwa bila mengkonsumsi
makanan yang mengandung MSG, mereka sering menunjukkan gejala-gejala alergi. Di
Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome (CRS).
Beberapa
laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di restoran Cina, setelah
pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut: mula-mula terasa kesemutan
pada punggung dan leher, bagian rahang bawah, lengan serta punggung lengan
menjadi panas, juga gejala-gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada
dan pusing kepala akibat mengkonsumsi MSG berlebihan. Gejala-gejala ini
mula-mula ditemukan oleh seorang dokter Cina yang bernama Ho Man Kwok pada
tahun 1968 yaitu timbulnya gejala-gejala tertentu setelah kira-kira 20 sampai
30 menit konsumen menyantap makanan di restoran China.
Komisi
penasehat FDA (FDA”s Advisory Committee) bidang Hypersensitivity to Food
Constituents dari hasil penelitiannya melaporkan 2 hal mengenai gejala CRS
tersebut yaitu: MSG dicurigai sebagai penyebab CRS dan pada saat itu ditemukan
bahwa ternyata hidangan sup itulah yang dianggap sebagai penyebab utama
timbulnya gejala CRS tersebut.
Kesimpulan
Komisi Penasihat FDA terhadap penelitian tersebut yaitu MSG tidak mempunyai
potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum tetapi reaksi hipersensitif
atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil
masyarakat. Ambang batas MSG untuk manusia adalah 2 sampai 3 g, dan dengan
dosis lebih dari 5 g maka gejala alergi (CRS) akan muncul dengan kemungkinan 30
persen.
Penggunan
vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang dipasarkan dalam bentuk
bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods sesungguhnya dilakukan
hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa lezat. Sedangkan pengaruhnya
terhadap makanan, vetsin tidak akan menambah gizi maupun selera makan bagi bayi
karena bayi tidak begitu peduli oleh rasa.
Dari
hasil penelitian Dr. John Alney dari fakultas Kedokteran Universitas
Washington, St. Louis pada tahun 1969 menunjukkan bahwa penggunaan vetsin dalam
dosis yang tinggi (0,5 mg/kg berat badan setiap hari atau lebih) diberikan
sebagai makanan kepada bayi-bayi tikus putih menimbulkan kerusakan beberapa sel
syaraf di dalam bagian otak yang disebut Hypothalamus. Bagian otak
inilah yang bertanggung jawab menjadi pusat pengendalian selera makan, suhu dan
fungsi lainnya yang penting.
Bagi
ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam jumlah besar, di
dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih banyak dibanding dalam
serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi mendapat masukan MSG dua kali
lebih besar.
Percobaan
terhadap vetsin dari segi gizi dan rasa bagi bayi tidak ada gunanya, maka
penghindaran pemakaian dan konsumsi MSG bagi bayi dan ibu mengandung perlu
diperhatikan, dikurangi atau bila perlu dicegah.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/zat-aditif/monosodium-glutamat/